Insomnia: Bayangan Gelap di Balik Pemulihan Stroke

Stroke iskemik masih menjadi penyebab utama kecacatan dan kematian di Indonesia. Namun di balik proses pemulihan stroke yang kompleks, ada satu faktor yang kerap luput dari perhatian: gangguan tidur, khususnya insomnia.

Penelitian terbaru dari Matas, et al. (2022) yang dipublikasikan dalam Sleep Medicine mengungkapkan bahwa insomnia pasca-stroke berkaitan erat dengan pemulihan neurologis dan fungsional yang lebih buruk, bahkan dalam jangka panjang.

Insomnia Pasca-Stroke: Lebih dari Sekadar Gangguan Tidur

Dalam studi retrospektif terhadap 157 pasien stroke iskemik, ditemukan bahwa 28,6% pasien mengalami insomnia setelah kejadian stroke. Hasil ini menunjukkan bahwa gangguan tidur bukan hanya masalah sekunder, melainkan komponen penting yang memengaruhi kualitas pemulihan.

Pasien dengan insomnia menunjukkan:

  • Pemulihan neurologis yang lebih lambat
  • Tingkat ketergantungan aktivitas sehari-hari yang lebih tinggi
  • Disabilitas jangka panjang yang lebih berat
  • Penurunan fungsi kognitif secara bermakna

Dua faktor yang paling signifikan berhubungan dengan insomnia adalah jenis kelamin laki-laki dan riwayat minor vascular events. Sementara itu, lokasi stroke (anterior vs posterior) tidak menunjukkan pengaruh bermakna terhadap risiko insomnia.

Refleksi Kuantitatif Gangguan Neurologis

Untuk mengukur dampak insomnia secara objektif, studi ini menggunakan tiga parameter klinis utama:

  • NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale): Mengukur tingkat keparahan neurologis.
  • mRS (Modified Rankin Scale): Menilai tingkat disabilitas fungsional.
  • Barthel Index: Menilai kemandirian pasien dalam aktivitas sehari-hari, seperti makan, berpakaian, berpindah tempat, hingga buang air.

Apa yang ditemukan?

Pasien dengan insomnia memiliki skor NIHSS dan mRS yang lebih tinggi, artinya gangguan neurologis dan disabilitasnya lebih berat. Selain itu skor Barthel Index yang lebih rendah pada pasien insomnia menandakan kemampuan mandiri mereka dalam aktivitas harian jauh lebih terbatas dibandingkan pasien tanpa insomnia.

Mengapa Ini Masalah Serius?

Gangguan tidur sering kali tidak menjadi fokus utama dalam perawatan pasien stroke. Padahal, studi ini menunjukkan bahwa kualitas tidur berkaitan langsung dengan hasil neurologis dan fungsional, serta dapat berdampak terhadap:

  • Risiko stroke berulang
  • Penurunan kualitas hidup
  • Kesehatan mental dan fisik secara umum

Tidur yang baik berperan penting dalam neuroplastisitas, proses alami otak dalam membentuk dan memperbaiki jaringan saraf setelah cedera.

Temuan ini menjadi pengingat penting bagi para praktisi medis bahwa:

“Tidur yang terganggu berarti pemulihan yang tertunda.”

Deteksi insomnia sejak dini dan pemberian intervensi — baik berupa edukasi sleep hygiene, terapi perilaku, maupun pengobatan — harus menjadi bagian dari protokol rehabilitasi stroke yang menyeluruh.

Saatnya Mengubah Paradigma

Studi Matas, et al. (2022) menegaskan satu pesan utama:

Gangguan tidur harus menjadi bagian dari fokus utama dalam manajemen pasien stroke.

Screening sederhana untuk insomnia, dikombinasikan dengan intervensi dini (baik non-farmakologis maupun farmakologis), dapat menjadi langkah strategis yang menentukan keberhasilan pemulihan pasien.

Bagi para praktisi medis, ini adalah panggilan untuk lebih aktif:

  • Mengidentifikasi gejala insomnia sejak awal fase perawatan stroke.
  • Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya tidur dalam proses pemulihan.
  • Menyusun program intervensi tidur sebagai bagian integral dari rehabilitasi stroke.

Kesimpulan

Insomnia adalah bayangan gelap yang mengintai di balik pemulihan stroke. Insomnia memperlambat penyembuhan, meningkatkan disabilitas, dan menurunkan kualitas hidup pasien. Dengan menggunakan alat ukur seperti NIHSS dan mRS, kita kini memiliki bukti objektif bahwa gangguan tidur bukan hal remeh, Insomnia adalah prediktor penting dari outcome klinis.

Sudah waktunya tidur tidak lagi dianggap sekadar kebutuhan biologis, tetapi diakui sebagai komponen kunci dalam terapi pemulihan stroke.

Referensi:

Matas, A., Amaral, L., & Patto, A.V. (2022). Is post-ischemic stroke insomnia related to a negative functional and cognitive outcome? Sleep Medicine, 94, 1–7. https://doi.org/10.1016/j.sleep.2022.03.022